Kurang lebih 48 tahun lalu, tepatnya pada Oktober 1968, sebuah kota di Amerika Utara, Mexico City mendapat kehormatan menjadi tuan rumah Olimpiade.
Gelaran ke-16, seharusnya ke-19 namun edisi keenam, 12, dan 13 dibatalkan akibat Perang Dunia I dan II, ajang kompetisi olahraga berskala internasional yang diadakan empat tahun sekali itu bisa disebut sebuah peristiwa bersejarah.
Olimpiade 1968 menjadi olimpiade pertama yang diselenggarakan di negara Amerika Latin. Kompetisi olahraga yang pada saat itu diikuti oleh 112 negara dari berbagai belahan dunia tersebut juga pertama kali diadakan di negara yang menggunakan bahasa hispanik, atau bahasa spanyol.
Untuk urusan venue, Olimpiade yang berlangsung di ibu kota Meksiko itu juga menjadi yang pertama dalam menggunakan smooth track untuk cabang olahraga atletik. Pada penyelenggaraan sebelumnya, para atlet cabang olahraga atletik harus berkompetisi di cinder track, atau trek yang dibentuk dari kumpulan kerikil halus yang saat ini dipakai untuk pacuan kuda.
Namun, berbagai catatan sejarah tersebut kerap dilupakan oleh orang-orang akibat sebuah peristiwa kontroversial. Selang empat hari setelah upacara pembukaan yang berlangsung pada 12 Oktober, dua orang pelari dari Amerika Serikat membuat dunia tersentak akibat ulah mereka.
Kala itu, Tommie Smith dan John Carlos sukses mengharumkan nama Amerika usai berhasil finish di urutan pertama dan ketiga pada cabang lari 200 meter. Kesuksesan tersebut membuat mereka mendapat kehormatan untuk menaiki podium guna menerima medali.
Tidak ada masalah saat David George Brownlow cecil, mantan atlet yang berpartisipasi pada Olimpiade Amsterdam 1928 dan Olimpiade Los Angeles 1932, mengalungi kedua atlet tersebut dengan medali. Apa yang terjadi setelah proses tersebut lah yang dianggap banyak orang sebagai sebuah aksi kontroversial.
Saat lagu kebangsaan Amerika Serikat, The Star-Spangled Banner, berkumandang untuk merayakan kemenangan Smith dan Carlos, tanpa diduga kedua atlet tersebut mengangkat satu tangan mereka, yang dibalut oleh sarung tangan hitam, sembari mengepalkan tinju. Smith dan Carlos terus mempertahankan pose, yang disebut banyak orang sebagai salah satu momen paling ikonis dalam sejarah, tersebut hingga lagu selesai diputar.
"Saat orang-orang menyaksikan apa yang kami lakukan pada saat itu, mereka hanya mampu terdiam sebelum akhirnya bisa mencerna apa yang sebenarnya sedang terjadi," ucap Carlos, yang saat ini berusia 71 tahun, saat diwawancarai oleh Telegraph Agustus lalu.
"Saya dan Smith berada di area terbuka. Jika ada orang yang ingin menembak kami, mereka seharusnya bisa melakukannya saat seisi stadion sedang senyap. Tentu saja peluru itu tidak pernah ada, sebagai gantinya kami menerima kebencian. Mereka murka akibat hal yang kami lakukan."
Apa yang sebenarnya terjadi sehingga kala itu dunia begitu membenci aksi Tommie Smith dan John Carlos? Mengapa pose yang dilakukan oleh kedua pelari asal Amerika tersebut dianggap sangat kontroversial?
Berikut ulasan INDOSPORT mengenai latar belakang momen yang dikenal banyak orang dengan sebutan Olympic Black Power Salute tersebut.