Peristiwa Masa Lampau

Olympic Black Power Salute: Saat Olimpiade Jadi Panggung Perjuangan Ras

Rabu, 16 November 2016 14:18 WIB
Editor: Dery Adhitya Putra
 Copyright:
Pemberontakan Minggu Suci

Kabar terbunuhnya Martin Luther King Jr. sontak memancing pergerakan di seluruh Amerika Serikat. Merasa murka dengan perlakuan yang diterima Martin Luther, ratusan ribu orang melakukan aksi huru-hara di beberapa kota besar di Amerika Serikat, seperti Washington D.C., Chicago, Baltimore, Kansas City, dan New York.

Sebagai sosok pemimpin pergerakan rakyat sipil yang dicintai oleh kaumnya, kepergian Martin Luther ditakuti akan memberikan efek buruk dalam perjuangan yang mereka lakukan selama ini.

Banyak yang berpikir gaya Martin Luther yang damai dan anti kekerasan dalam setiap kampanya yang dilakukannya akan berakhir bersamaan dengan nyawanya. Tidak hanya masyarakat kulit hitam kelas bawah yang ikut berpartisipasi dalam kerusuhan, kelas menengah juga ambil bagian dalam demonstrasi yang menentang ketidakadilan sistem yang saat itu berlaku di Amerika Serikat.

Meski berbagai media menyebut kerusuhan saat tersebut sebagai 'pemberontakan ras', dilansir dari Wikipedia, hanya ada sedikit bentrok yang terjadi antara warga kulit putih dan kulit hitam. Kendati bangunan milik warga kulit putih menjadi target kerusuhan, para demonstran tidak menghancurkan gedung publik seperti sekolah dan gereja.

Setelah puluhan nyawa melayang, ribuan orang mengalami luka-luka, serta ribuan gedung hancur di berbagai kota di Amerika, untuk meredam amarah massa, pada 11 April 1968 Presiden ke-36 AS, Lyndon Baines Johnson, akhirnya menandatangani Civil RIghts Act of 1968.

Keputusan presiden yang juga dikenal dengan nama Fair Housing Act tersebut menjamin bahwa setiap orang, tidak peduli dari ras, agama, atau bangsa apapun, memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki rumah.

111