In-depth

Liga Champions, Panggung Para Juara yang Semakin Bias dan Kehilangan Makna

Jumat, 28 Mei 2021 08:05 WIB
Editor: Indra Citra Sena
© Twitter@ChampionsLeague
Bayern Munchen, salah satu kontestan 'murni' saat menjuarai Liga Champions 2019-2020. Copyright: © Twitter@ChampionsLeague
Bayern Munchen, salah satu kontestan 'murni' saat menjuarai Liga Champions 2019-2020.

INDOSPORT.COM - Liga Champions. Apa yang pertama kali terlintas di benak Anda tentang kompetisi sepak bola paling elite di dataran Eropa ini? Tentu saja tontonan seru karena klub-klub terbaik Benua Biru saling sikut berebut trofi juara di sini.

Sesuai namanya, Liga Champions memang dirancang untuk mengadu kekuatan jawara-jawara liga domestik Eropa. Pemenangnya nanti berhak menyandang predikat sebagai klub terhebat seantero Benua Biru.

Seiring berjalannya waktu, Liga Champions bisa dikatakan mulai menyimpang, bahkan kehilangan makna sejatinya. Kompetisi ini tak lagi eksklusif berisikan klub-klub juara liga domestik, melainkan diatur sedemikian rupa sesuai dengan 'kasta' setiap negara.

Sistem 'kasta' tersebut mengacu kepada nilai koefisien UEFA. Penghuni jajaran elite alias papan atas daftar boleh mengirimkan lebih dari satu wakil yang biasanya diambil dari posisi di klasemen akhir liga domestik.

Spanyol, Inggris, Italia, dan Jerman bahkan rutin mengirimkan masing-masing empat wakil (paling banyak dibandingkan negara lain) secara langsung ke fase grup Liga Champions.

Bisa dimaklumi mengingat keempat negara itu tergolong paling berprestasi di kancah Eropa, dengan keberadaan klub-klub raksasa sekaliber Real Madrid, Barcelona, Chelsea, Manchester United, Juventus, AC Milan, dan Bayern Munchen.

Tengok saja daftar juara Liga Champions. Bisa dilihat kapan terakhir kali trofi Si Kuping Besar dibawa pulang oleh wakil negara selain Spanyol, Inggris, Italia, dan Jerman, yakni 2004 alias 17 tahun lalu!

Kala itu, FC Porto yang notabene raksasa Portugal menjuarai Liga Champions usai mencukur jagoan Prancis, AS Monaco, dengan skor telak tiga gol tanpa balas di partai final. 

Selebihnya, klub-klub Spanyol, Inggris, Italia, dan Jerman bergantian merengkuh trofi Liga Champions, termasuk musim ini yang memanggungkan duel akbar bertajuk All English Final antara Manchester City vs Chelsea, Sabtu (29/5/21).

Kebijakan 'kasta' memang membuat Liga Champions bertambah megah dan meriah. Laga-laga krusial yang menjanjikan aksi-aksi menghibur serta tak jarang berbalut menyedot penonton dalam jumlah besar, bukan cuma dari Eropa, melainkan seluruh penjuru dunia.

Di sisi lain, perubahan ini menimbulkan sebuah tanda tanya besar. Apakah Liga Champions masih bermakna? Bukannya menyimpang dari khitahnya?