In-depth

Menyoal Badak Lampung FC dan Tren 'Klub Instan' di Liga Indonesia

Rabu, 3 April 2019 18:42 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
© INDOSPORT/Yooan Rizky Syahputra
Menyoal Badak Lampung FC dan Tren 'Klub Instan' di Liga Indonesia. Copyright: © INDOSPORT/Yooan Rizky Syahputra
Menyoal Badak Lampung FC dan Tren 'Klub Instan' di Liga Indonesia.
Masalah Legalitas

Aspek legalitas adalah satu dari lima aspek yang diwajibkan AFC untuk dipenuhi oleh sebuah klub profesional yang berlaga di kompetisi yang (juga) profesional. 

Apakah klub-klub di atas telah memenuhi syarat legalitas? Mungkin sekarang iya. Namun, bagaimana sewaktu masa-masa awal berdiri dulu?

Jika menilik proses yang ada, akuisisi yang terjadi selama ini hanyalah pembelian lisensi klub lama. 

Unsur leglaitas pun belum terpenuhi. Padahal, legalitas menjadi syarat apakah mereka layak atau tidak layak mengikuti kompetisi. 

Patut digarisbawahi, dalam keabsahan sebuah klub, yang terpenting adalah mengakuisisi PT klub yang lama. 

Hal ini pernah menimpa klub Bhayangkara FC. Alih-alih menjadi klub profesional baru di liga kasta teratas, Bhayangkara justru terbentur masalah legalitas saat ingin berlaga di Asia. 

Beda dengan PSSI, AFC yang menerapkan peraturan ketat menolak Bhayangkara FC untuk main di Asia lantaran belum memenuhi aspek legalitas. 

Sebuah klub yang berlaga di Piala AFC tidak boleh berganti pengelolaan, nama, dan logo dalam dua tahun terakhir.

Aturan ini sebenarnya biasa-biasa saja. Mengapa? Memangnya ada sebuah klub baru yang berganti nama, logo, kantor (termasuk homebase) bisa langsung bermain di kompetisi Asia? 

Klub dengan kriteria di atas pada umumnya pasti berkompetisi dari kasta terbawah terlebih dahulu. 

Namun, yang terjadi di Indonesia berbeda. Klub yang berganti nama, logo, dan homebase bisa tetap berlaga di Liga 1 walaupun aspek legalitas dipertanyakan. 

Untuk itulah, PT LIB selaku operator kompetisi harus tegas dan ketat terhadap klub-klub yang baru berganti nama, homebase, dan logo ini sebelum mengikutsertakan mereka di Liga 1. 

Begitu juga dengan BOPI yang harus bekerjasama dengan PSSI untuk melihat keabsahan dari klub-klub baru yang muncul di masa mendatang. 

Punahnya Sejarah dan Identitas Klub

Sisi negatif lain yang muncul dari tren 'klub instan' ini adalah terhapusnya sejarah dan identitas sebuah klub.

Pengakuisisian klub di Indonesia berbeda dengan yang biasa kita dengar di Eropa. 

Alih-alih membangkitkan klub yang sedang kolaps dan kembali membangun kekuatan, para investor di Indonesia justru membuat klub baru. 

Klub lama yang diakuisisi hanya sekedar sebagai bahan bakar semata. 

Kita ambil contoh Perseru Serui. Perseru telah berdiri sejak 1970 dan bermarkas di Serui, Papua. 

Namun, dengan berubah menjadi Badak Lampung FC, seketika itu juga sejarah dan identitas klub musnah. 

© INDOSPORT/Yooan Rizky Syahputra
Logo Perseru Serui. Copyright: INDOSPORT/Yooan Rizky SyahputraLogo Perseru Serui.

Sekarang yang ada adalah sebuah klub baru yang berdiri di Lampung, yang sama sekali berbeda dengan Perseru Serui. 

Nasib yang sama diderita Persisam Putra Samarinda, Persiram, dan Persipasi. 

Sisi negatif berikutnya dari tren klub instan ini adalah permasalahan 'etika'. 

Publik sepak bola nasional harusnya sepakat bahwa sebuah klub baru yang eksis di persepakbolaan nasional harus memulai perjuangan dari Liga 3. 

Mungkin PT LIB dan pemilik klub yang berganti logo, nama, dan homebase bisa membuktikan mereka mereka tak melanggar aturan, namun secara etika hal ini sangat menyakitkan bagi klub-klub lain yang baru berdiri. 

Saat ini banyak klub-klub baru yang memulai perjuangannya dari di Liga 3. Yang membedakan, mereka tidak populer, tidak memiliki uang yang banyak, dan tidak mengakuisisi lisensi klub Liga 1. 

Padahal, secara operasional, kedua tim sama-sama memiliki logo baru, nama baru, pemain baru. dan homebase baru.

Hasrat instan dari para investor ini pun menimbulkan kekhawatiran. Apakah ketika klub yang dibelinya nanti mengalami penyurutan prestasi mereka tetap bertahan?

Misalnya saja ketika Madura United atau Badak Lampung terdegradasi. Apakah mereka akan bertahan atau pergi mencari klub-klub lainnya yang bisa memberikan keuntungan ketika berlaga di kasta teratas sepak bola Indonesia?

Terus Ikuti Perkembangan Sepak Bola Indonesia dan Berita Olahraga Lainnya Hanya di INDOSPORT.COM 

227