In-depth

Kompetisi Butuh Solusi, Bukan Panggung Sensasi

Senin, 18 Mei 2020 21:59 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
© Muhammad Nabil/INDOSPORT
Di tengah nasib Liga 1 dan Liga 2 yang masih belum jelas, PT LIB justru bersensasi dengan mengumumkan pengunduran diri 4 orang petingginya. Copyright: © Muhammad Nabil/INDOSPORT
Di tengah nasib Liga 1 dan Liga 2 yang masih belum jelas, PT LIB justru bersensasi dengan mengumumkan pengunduran diri 4 orang petingginya.

INDOSPORT.COM - Di tengah nasib Liga 1 dan Liga 2 yang masih belum jelas, PT LIB justru bersensasi dengan mengumumkan pengunduran diri empat orang petingginya. 

Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) telah usai digelar, hari ini Senin (18/05/20). Hasil RUPS tersebut memunculkan keputusan pengunduruan diri Cucu Somantri (direktur utama) yang diikuti oleh tiga komisaris. 

RUPS Luar Biasa PT LIB dihadiri oleh seluruh pemegang saham dan berlangsung secara virtual. Dalam rapat ini Cucu menyampaikan pengunduran dirinya dan diterima oleh peserta rapat.

“Pada RUPSLB ini, Dirut LIB menyampaikan pengunduran dirinya dan seluruh peserta rapat menyetujui,” kata Juni A. Rachman selaku perwakilan PSSI.

Selain Cucu Somantri, tiga komisaris lain juga mengundurkan diri yakni Komisaris Utama Sonhadji, Hasani Abdul Gani. dan Hakim Putratama.

Situasi ini tentu tidak kita harapkan. Pasalnya, saat ini kondisi sepak bola nasional tengah dalam kekacauan setelah terpukul oleh pandemi virus corona. 

Sayangnya, hal semacam ini seperti sulit terhindari. Sebab, sudah sedari lama elite PT LIB terlibat polemik. 

Tak bisa dipungkiri mundurnya sejumlah petinggi di tubuh PT LIB berkaitan erat dengan isu nepotisme yang akhir-akhir ini sempat memanas, 

PT LIB menjadi sorotan tajam setelah sang direktur utama, Cucu Somantri, menunjuk anaknya, Pradana Aditya Wicaksana, sebagai General Manajer PT LIB. 

Bahkan, imbauan cukup tegas pernah dilontarkan oleh ketua umum PSSI, Mochamad Iriawan. Dalam keterangannya akhir April lalu, Iwan Bule, sapaan akrabnya, meminta PT LIB untuk fokus mencari solusi terkait nasib kompetisi ketimbang sibuk berpolemik. 

“Seperti apa nanti rencana LIB selaku operator, apakah melanjutkan liga atau bagaimana kalau tidak dilanjutkan. Lalu bagaimana rencana bisnis setelah vakum beberapa bulan ini dan lain-lain,” ujar Iwan Bule.

Namun, hal itu urung dipenuhi oleh PT LIB. Alih-alih menggelar rapat resmi menyeluruh dengan direksi, komisaris,dan para pemegang saham terkait nasib liga, para petinggi PT LIB malah keburu mundur massal. 

Pemandangan ini tentu sangat memprihatinkan. Ketika agenda persoalan masih menumpuk dan minta segera diselesaikan, para pemangku jabatan malah sibuk berpolemik. 

Kompetisi Jadi Korban

Suporter dan klub-klub memang dibuat bingung di tengah kondisi pandemi ini. PSSI dan PT LIB terkesan lambat untuk segera mencari solusi terkait keberlanjutan liga. Baik PT LIB dan PSSI seperti saling menunggu satu sama lain. 

DI satu sisi, PT LIB menunggu kepastian dari PSSI terkait nasib liga. Sementara PSSI baru mau membahas keberlanjutan Liga 1 dan 2 setelah pengumuman status darurat terbaru dikeluarkan pemerintah pada 29 Mei. 

PT LIB justru didorong oleh ketua umum PSSI, Iwan Bule, untuk segera memikirkan kelanjutan kompetisi Liga 1 dan 2 dengan mengundang direksi, komisaris, dan para pemangku saham dalam rapat resmi. Meski pada akhirnya PT LIB terjebak dalam konflik internal. 

PT LIB sebetulnya mengklaim telah menyiapkan sejumlah opsi terkait keberlanjutan liga. Namun, belum ada satu pun yang dipaparkan secara resmi kepada PSSI.

Situasi ini mendorong mayoritas klub peserta Liga 1 untuk menuntut PT LIB segera menggelar RUPS Luar Biasa. Apalagi polemik di tubuh PT LIB kian memanas. 

Tuntutan ini akhirnya ditindaklanjuti dan menghasilkan keputusan mundurnya Cucu Somantri dan tiga komisaris. Lagi-lagi nasib Liga 1 dan 2 masih menggantung tak ada kejelasan. 

PR Menumpuk

Federasi semestinya harus solid dan sudah jauh-jauh hari membahas segala opsi yang ada. Seperti yang kita ketahui, terhentinya kompetisi bukanlah satu-satunya topik pembicaraan.
 
Ada segudang persoalan turunan yang juga segera membutuhkan pembahasan serius di level federasi dan operator liga. 

Apakah PSSI sudah menyiapkan acuan detail untuk kontrak pemain? Saat ini banyak pemain baik lokal maupun asing di Indonesia yang tengah terancam kontraknya. 

PSSI tak bisa menyerahkan sepenuhnya persoalan kontrak pemain kepada klub. Harus ada acuan pasti agar pemain tidak dirugikan. 

Bila berkaca pada Italia, Jerman, maupun Inggris, federasi setempat terus bekerja keras menyiapkan segala skenario yang terus dikonsultasikan kepada klub-klub peserta. 

Hal ini sangat penting untuk membantu tim membuat ancang-ancang perencanaan. Jika pada akhirnya status darurat dicabut pada 29 Mei, seperti apa model kompetisi yang ingin dibuat PSSI?

Apakah menggunakan sistem satu putaran seperti Vietnam, membuat turnamen pengganti, atau memadatkan jadwal sampai kompetisi selesai di pekan ke-34? 

PSSI dan PT LIB semestinya sudah memiliki perencanaan matang di tiap skenario karena kompetisi tidak bisa langsung diputar begitu saja ketika pandemi berakhir. 

Satu hal yang pasti, jika kembali digelar, tentunya liga membutuhkan protokol kesehatan khusus dalam penyelenggaraannya. Apakah PSSI dan PT LIB sudah memikirkan hal tersebut? Bagaimana dengan teknis persiapannya? 

Seandainya PT LIB tidak sibuk gaduh dan kompak bekerja cepat dengan PSSI, maka pekerjaan-pekerjaan rumah di atas semestinya sudah bisa diselesaikan.