88 Tahun Persija: Bermula Kebakaran di Pasar Baru hingga Surat Cinta dari Sukarno
Setelah Jepang pergi, Belanda kalah dan VBO bubar. Persija membentuk kepengurusan baru pada tahun 1950. Menariknya, Persija mampu membuat klub-klub yang dulunya bernaung di bawah bendera VBO mau bergabung menajdi anggota Persija.
Dimulai dari BBSA (Bangka Belitong Sports Association) yang dengat tegas menyatakan keluar dari VBO dan bergabung dengan Persija di tahun 1950, akhirnya beberapa klub VBO mengikuti jejak langkah BBSA. Union Makes Strenght (UMS) menjadi klub kedua yang menyatakan bergabung ke Persija. Ini merupakan keuntungan besar karena UMS adalah jagonya kompetisi di Batavia.
Setelah itu Chung Hua (Tunas Jaya), Vios, Maesa, dan Hercules memilih untuk melanjutkan hidup dengan Persija. Pasukan Merah-Putih itu pun kebanjiran pemain berbakat dari klub-klub VBO tersebut. Menariknya, Persija menjadi tim yang multietnis. Tak hanya pribumi saja, namun tionghoa sampai londo bahu membahu menegakkan bendera Persija.
Jika era VIJ, nama-nama Soeharna, Boengboeng, Abidin, hingga Djainin dan Abdul Gani menghiasi skuat Merah Putih, kini Tan Liong Houw, Him Tjiang, Chris Ong, Djamiaat Dalhar, Pieterseen, Hassan, hingga Van der Vin menjadi andalan Persija di kompetisi PSSI era 1950-an.
Di tangan Jusuf Jahja, ketua umum Persija saat itu. Persija menjadi tim pemersatu berbagai etnis yang ada di Jakarta. Persija menjadi tim beda dan sangat disegani di Indonesia. Selain itu, Persija juga menajdi contoh bagaimana bersatunya warna di dalam bendera yang sama. Sama sekali tidak ada rasa berbeda sama sekali saat itu. Para pemain, pendukung dan warga Jakarta benar-benar menjadi satu dalam bendera Persija.