In-depth

Kisah Tenerife: Klub Semenjana Liga Spanyol yang Dicintai Barcelona, Tapi Dibenci Real Madrid

Senin, 31 Oktober 2022 23:28 WIB
Penulis: Maria Valentine | Editor:
© AFP
Pemain Barcelona mengerubungi Rivaldo usai membobol gawang Real Madrid dalam pertandingan LaLiga Spanyol, 3 Maret 2001. Copyright: © AFP
Pemain Barcelona mengerubungi Rivaldo usai membobol gawang Real Madrid dalam pertandingan LaLiga Spanyol, 3 Maret 2001.
Peta Kekuatan Barcelona dan Real Madrid Sebelum Musim 1991/92

Membedah hubungan emosional Tenerife dengan Barcelona dan Real Madrid, haruslah merunut agak panjang sebelum musim 1991/92. Singkat cerita, Real Madrid begitu menguasai pentas LaLiga Spanyol sepanjang akhir periode 1980-an. 

Lima musim beruntun, mulai 1985/86 sampai 1989/90, kompetisi kasta tertinggi sepak bola Negeri Matador selalu memunculkan Los Blancos sebagai juara.

Real Madrid begitu berkuasa dengan komposisi skuat super, La Quinta del Buitre, yang dimotori Hugo Sanchez, Manuel Sanchis, Martin Vazquez, Michel, Miguel Pardeza dan Emilio Butragueno.

Bahkan Real Madrid mampu melewati dua musim beruntun dengan prestasi begitu manis, merajai ajang Piala UEFA, musim 1984/85 dan 1985/86.

El Real menjadi klub yang dominan di Eropa masa itu, bersama raksasa AC Milan lewat trio Belandanya, Ruud Gullit, Marco van Basten dan Frank Rijkaard.

Sedangkan Barcelona, kiprahnya selalu ada di bawah bayang-bayang gemerlap prestasi Real Madrid. Blaugrana yang sepanjang akhir periode 1980-an dilatih Terry Venables dan Luis Aragones, sangatlah minim prestasi.

Sebenarnya tetap lumayan. Selama lima musim (1985/86 sampai 1989/90) yang mana Real Madrid juara LaLiga Spanyol beruntun, Barcelona tiga kali finish runner-up.

Skuat Catalan yang waktu itu memiliki trio Inggris, Gary Lineker, Mark Hughes, dan Steve Archibald, sempat pula merajai ajang Piala Winners pada 1988/89.

Namun Presiden Barcelona, Josep Luis Nunez adalah tipe orang yang tak bisa diam bila timnya hanya sampai kata lumayan. Josep Luis Nunez pun merancang revolusi besar agar Barcelona dapat mematahkan dominasi Real Madrid.

Inisiatif Josep Luis Nunez dimulai dengan menunjuk pelatih baru pada awal musim 1988/89. Josep Luis Nunez mempercayakan kursi kepelatihan kepada sosok legenda klub asal Belanda yang eksis di era 1970-an, Johan Cruyff.

Penunjukkan Johan Cruyff langsung menuai hasil positif sejak musim perdananya membesut Barcelona. Selain gelar juara Piala Winners, Johan Cruyff mengantarkan Barcelona menempati urutan dua, serta membangun pelan-pelan pondasi tim.

Musim berikutnya, agak sedikit menurun memang, Barcelona mengakhiri kompetisi LaLiga Spanyol 1989/90 di urutan tiga.

Namun Johan Cruyff sudah berhasil memadukan Ronald Koeman dengan Pep Guardiola muda yang perannya sangat krusial di barisan tengah.

Menyambut musim 1990/91, Johan Cruyff coba melakukan perbaikan kualitas tim lewat kebijakan merekrut pemain asal Bulgaria, Hristo Stoichkov.

Peran Hristo Stoichkov sepanjang LaLiga 1990/91 sanggup menghasilkan 14 gol. sekaligus mengantarkan Barcelona kali perdana keluar menjuarai kompetisi. Barcelona memutus tren luar biasa Real Madrid yang finish ketiga.

Masih pada musim yang sama, Tenerife yang menjalani tahun kedua pasca promosi 1989, finish di urutan 14 klasemen. Tenerife cuma berjarak dua poin di atas jurang degradasi.